(Anggota Kompaks yang berstatus mahasiswa Univ. Al-Azhar Cairo Fak. Ushuluddin Hadits)
“La syukro illa lillah” (tidak ada ucapan syukur kecuali hanya kepada Allah), adalah ungkapan sebagian orang Arab ketika menjawab ucapan “syukran” (terima kasih) dari orang lain yang merasa telah ditolong atau dibantu. Kalimat itu sering kita dengar dimana-mana, baik waktu naik angkot, ketika membeli sesuatu, ataupun di saat kuliah. Apakah hakikat ungkapan syukur hanya diucapkan untuk Allah saja, atau boleh diucapkan untuk makhluk-Nya juga?
Pertanyaan di atas muncul di benak penulis secara tiba-tiba, disaat mendengar jawaban seseorang yang merasa takut menerima ucapan syukur dari orang lain, dikarenakan takut hal itu termasuk perbuatan syirik. Nah, apakah menerima ucapan syukur dari orang lain itu termasuk dari perbuatan syirik menyekutukan Allah? Mari kita kaji bersama sesuai dengan koridor agama. Di dalam al-Qur’an, Allah telah berfirman:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya;; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman:14).
Ayat di atas secara tegas, menyuruh kepada kita untuk bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua. Berterima kasih kepada ibu karena telah mengandung kita dengan bersusah payah selama sembilan bulan, dan berterima kasih kepada ayah yang telah memberikan nafkah lahir batin kepada ibu, sehingga kita bisa lahir ke dunia ini.
Kalau kita amati, setiap orang tua tidak menjamin mampu untuk mengajarkan ilmu, pendidikan dan adab kepada anaknya, bahkan kemungkinan ada orang tua yang malah menyuruh anaknya untuk berbuat syirik menyekutukan Allah. Tetapi Allah dengan sifat rahman-Nya hanya melarang kepada anak untuk mengikuti perintah orang tuanya dan tetap menyuruhnya untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,…”. (QS. Luqman:15).
Definisi Syirik (menyekutukan Allah)
Menurut ulama' ahli Tauhid, "Syirik" adalah; menjadikan makhluk Allah bersama Allah dalam ketuhanan. Dan tidak disebut sebagai Tuhan jika tidak memiliki empat sifat sebagai berikut: yaitu memiliki sifat "Sabq" (tidak punya permulaan), memiliki sifat "Multaq" (tidak punya batasan), memiliki sifat "Sarmadiyah" (tidak punya akhir), dan memiliki "Dzatiyah" (segala kemampuannya berasal dari zat nya sendiri tanpa ada yang mengajarinya). Kalo kita teliti di seluruh dunia, kira-kira ada tidak satu makhluk yang memiliki empat kriteria/sifat di atas? Pasti kita tidak akan menemukannya kecuali hanya Tuhan yang pantas di sembah yaitu Allah swt,.
Nah, kalo kita tahu definisi syirik dengan benar, maka kita tidak akan pernah menjadi orang penakut dalam bersikap dan berkeyakinan. Sebab tidak akan ada yang bisa menyamai empat kriteria/sifatnya Allah di atas. Sehingga tidak mudah untuk menghukumi orang lain dengan syirik, sedikit-sedikit berkoar-koar ini syirik, itu syirik, padahal dirinya sendiri yang berbuat syirik, karena tidak paham arti syirik yang sebenarnya. Wa na'udzubillah min dzalik.
Bersyukur adalah Anjuran Agama
Jika kedua orang tua di atas menjadi contoh betapa Allah sangat menghargai usaha dan pengorbanan setiap orang tua yang telah melahirkan anaknya, maka di dunia ada orang-orang yang lebih berjasa dari orang tua kita, mereka adalah para guru, kyai dan ulama. Sebab mereka ini telah mengajarkan kita ilmu agama, pendidikan dan adab supaya senantiasa berada di jalan yang benar, dan tidak menyekutukan Allah.
Kalau Allah saja menyuruh kita bersyukur kepada kedua orang tua karena atas dasar pengorbanannya, berarti ayat tersebut secara tidak langsung menyuruh kepada kita untuk bersyukur kepada orang lain yang telah menolong atau membantu kita. Sebab ungkapan syukur kepada orang lain, hakikatnya adalah bersyukur kepada Allah, dan tidak berarti menyekutukan-Nya. Sebagaimana yang di jelaskan oleh Rasulullah:
“Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah”.
Memperingati Maulid Nabi adalah Ekspresi Rasa Syukur
Ketika seorang narapidana telah dibebaskan dari penjara yang penuh dengan kegelapan dan kejahatan oleh seseorang, seyogyanya dia bersyukur dan berterima kasih kepada orang tersebut.
Begitulah yang dirasakan orang-orang yang merasa telah ditolong oleh baginda rasulullah dikeluarkan dari zaman jahiliyah yang penuh kegelapan dan kejahatan menuju zaman yang penuh cahaya dan kasih sayang. Orang-orang tersebut merasa betapa bahagianya mendapat anugerah terbesar dilahirkannya rasulullah sebagai juru selamat untuk kita sebagai umatnya. Maka sepatutnya beliau selalu kita cintai dan kita hormati kapan pun dan di mana pun. Sehingga disetiap hari lahirnya kita ekspresikan dengan sebuah perayaan pesta maulid nabi, sebagai wujud rasa syukur yang telah di perintahkan oleh Allah;
“katakan (wahai muhammad), karena kemuliaan Allah (dengan mengutusku) dan rahmat (utusan) itu maka berbahagialah kalian semuanya”!(QS. Yunus : 58).
Dan di ayat lain Allah berfirman:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. . .” (QS. Ibrahim : 7)
Jikalau semua orang tahu betapa pentingnya memperingati maulid sebagai ekspresi rasa syukur, maka tidak ada satu orang pun di dunia ini yang akan mengatakan maulid adalah bid’ah yang sesat, sebab ia tahu esensinya. Dan merayakan maulid (hari lahir) nabi tidak berarti menuhankannya, sebab Allah tidak punya maulid. Di dalam al-quran di jelaskan:
"Allah tidak melahirkan dan tidak di lahirkan". (QS: Al-Ikhlas: 3)
Justru memperingati maulid nabi adalah syi’ar agama, bahwasanya seorang nabi bukan tuhan, karena beliau punya maulid, jadi tidak layak untuk disembah, hanya layak di jadikan panutan dan contoh suri tauladan.
Memberi Hormat Kepada Bendera adalah Ekspresi Hubbul Wathon Minal Iman
Sekarang ini banyak peristiwa aneh yang melanda negeri Indonesia. Di sana terdapat segolongan manusia yang merasa lebih tau tentang agama, padahal justru dialah yang sebenarnya buta terhadap substansi agama. Contoh kecil; adalah munculnya pernyataan hukum haram memberikan hormat terhadap bendera merah putih Indonesia disaat upacara, ketika ditanya alasannya, dikarenakan hal itu termasuk perbuatan syirik. Nah, padahal syirik itu sendiri definisinya apa?
Sungguh pernyataan di atas sangat lugu (lucu dan guoblok). Pemahaman agama yang bagaimanakah yang mereka pahami? Sungguh lemah sekali tauhidnya terhadap Allah, sehingga memberi hormat kepada bendera saja dianggap syirik. Allah adalah sang maha perkasa, tidak ada yang bisa menyerupai apalagi menandingi-Nya. Jadi, memberi hormat kepada bendera merah putih Indonesia, adalah bukan perbuatan syirik, justru hal itu termasuk dari rasa cinta terhadap negara dan wujud syukur kepada pahlawan-pahlawan yang telah berjuang dan berkorban dengan jiwa raganya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, yang disimbolkan dengan bendera merah putih. Bukankah rasulullah telah bersabda;
“Cinta tanah air adalah termasuk dari iman”
Semoga niat dan keyakinan yang benar selalu menyertai disetiap langkah-langkah kita. Sehingga pemahaman-pemahaman terhadap ajaran agama Islam tidak terpaku secara tekstual saja tapi bener-bener memahami isi dan maksudnya.
“Al-jahlu laisa hujjah” artinya: ketidak tahuan bukanlah hujjah/dalil (yang patut diikuti).
Kesimpulannya, jangan pernah takut untuk bersyukur dan berterima kasih kepada orang lain yang telah menolong atau membantu kita. Dan sebaliknya apabila kita yang membantu atau menolong orang lain, jangan sungkan-sungkan untuk menerima ungkapan syukur dan terima kasihnya dengan ucapan "terima kasih kembali/sama-sama" yang dalam bahasa Arabnya "afwan/al-afw". Bukan malah dijawab dengan ungkapan “La syukro illa lillah” .
Wala haula wa la quwata illa billah.
0 comments
Post a Comment