"Selamat Datang Di Blog KOMPAKS, Blognya Cah-Cah Pekalongan Di Mesir"

Indahnya Bertadabbur Dengan Ayat- Ayat Kauniah Al-Qur'an

Oleh: Moch. Mansur Nasri, Lc.
(Anggota Kompaks yang berstatus sebagai mahasiswa S2 Kul. Usuluddin Jur. Tafsir dan Ilmu Al-Quran di Univ. Azhar Cairo).

Alam dunia Kristen pada dekade abad ke-18 di Eropa muncul golongan pembela agama yang disebut "apologetika" sebagai sebuah komunitas kaum intelektual dan terpelajar yang bertujuan menyucikan kembali agama dari setiap unsur-unsur yang hendak diselewengkan, akibatnya karena banyak doktrin dari ajaranya yang tidak bisa di terima oleh nalar keilmuan dan hasil temuan riset yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah maka timbulah pertentangan yang hebat antara gereja dan ilmuwannya.

Pertentangan ini disebabkan oleh penafsir-penafsir Kitab Perjanjian Lama/Baru yang menganut teori-teori tertentu yang diyakini kebenaran dan kesuciannya, sehingga siapa yang mengingkarinya dianggap kafir (keluar dari agama) dan berhak mendapat kutukan. Di lain pihak para ilmuwan mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah, tetapi hasil penyelidikan mereka bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh gereja.

Pertentangan antara kedua belah pihak terjadi ketika ilmuwan menyatakan bahwa umur dunia -berdasarkan penelitian geologi- lebih tua daripada umur yang ditetapkan oleh gereja yang berdasarkan penafsiran Kitab Suci. Pertentangan ini memuncak dengan lahirnya teori Charles Darwin (1859) tentang The Origin of Man dan teori-teori lainnya, yang semua itu dihadapi gereja dengan cara penindasan dan kekejaman. Akibatnya tidak sedikit ahli-ahli ilmu pengetahuan yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti Galileo, Arius, Bruno Bauer, George van Paris, dan lain-lain. Hal ini menimbulkan keyakinan di kalangan umum bahwa ilmu pengetahuan bertentangan dengan agama.

Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah sebagai hidayah dan manhaj hidup. Sebagai kitab yang diperuntukkan bagi umat terakhir dan untuk setiap waktu dan zaman, Al-Quran dituntut untuk selalu bisa memberikan bukti-bukti kebenarannya karena hal itu maka kita sebagai umat yang telah ditunjuk untuk mengemban amanah ini senantiasa harus menjaga dan dituntut untuk mempelajarinya.
Al-Quran selalu menghimbau pada kita untuk selalu berpikir, bertadabbur dengan ayat-ayatnya dan segala ciptaan Allah penguasa alam semesta. Sebagaimana Allah berfirman:

أَوَلَمْ يَنظُرُواْ فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللّهُ مِن شَيْءٍ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”. (QS. Al-A'raf: 175).

Di ayat yang lain allah berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

Dengan ayat-ayat tadi Allah telah menunjukkan kekuasan-Nya dan menganjurkan kita untuk selalu bertafakkur dan bertadabbur dengan ciptaan-Nya.

Al-Quran sebagai kitab petunjuk bagi kita yang diturunkan sekitar abad ke-7 M, telah mencakup segala hal sebagai penjelas, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kita. 

Allah berfirman:

ما فرطنا فى الكتاب من شئ 

“Tidak kami lewatkan sesuatu apapun dalam al-Kitab (al-Qur'an)". (QS. Al-An’am: 38). 

Di ayat lain allah juga berfirman:

ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين 
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan menjadi petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri". (QS. An-Nahl: 89). 

Al-Quran yang telah diturunkan kepada kita tidak hanya memuat tauhid, norma-norma hukum dan nilai-nilai akhlak saja, tapi juga memuat hal-hal yang bersifat ilmiah yang bisa dibuktikan kebenaranya dimasa sekarang dengan melalui riset dan penelitian secara ilmiah.

Suatu ketika amirul mukminin sayidina Ali bin Abi Thalib mengatakan kepada sayidina Ibnu Abbas disaat menafsirkan ayat yang berbunyi:

ومن كل شيئ خلقنا زوجين 
"Dan setiap sesuatu kami ciptakan berpasangan".
Maka sayidina Ali bin Abi Thalib berkata: "Apa yang tidak kamu ketahui tentang makna ayat Al-Quran, biarkanlah, sebab nanti dimasa depan akan ada orang yang dapat menguaknya.

Imam ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Jawahirul Qur’an mengatakan: "bahwa Al-Quran sebagai wahyu Allah, adalah kitab yang merangkum seluruh ilmu pengetahuan. Dengan maksud bahwa Al-Quran telah memuat isyarat-isyarat seluruh ilmu pengetahuan yang ada".

Hal inipun sebelumnya telah di utarakan oleh para ulama salaf di antaranya shabat ibnu mas’ud ra berkata: 

 من أراد علم الأولين و الآ خرين فليتدبر القـرآن
"Barang siapa ingin mengetahui ilmu generasi salaf dan generasi akhir maka tadabburilah alquran".

Sahabat Abu Darda’ berkata: 
لا يفقه الرجل حتى يجعل للقرآن وجوها

"Seseorang tidak bisa dikatakan tahu, mengerti, pintar sehingga dia menjadikan alquran beberapa segi". 

Demikianlah kesaksian para ulama salaf terhadap Al-Quran kitab suci umat Islam.

Pada era awal tumbuhnya Islam, penafsiran sudah dilakukan para salaf, bahkan nabi sendiri disamping sebagai sumber hukum, juga sebagai penafsir al-Quran yang paling otoritatif. Kemudian dilanjutkan para sabatnya seperti sayidina Abdullah Ibnu Mas’ud, sayidina Abdullah bin Abbas, sayidina Zaid bin Tsabit, sayidah A’isyah, sayidina Ali bin Abi Thalib dan sahabat-sahabat mulia yang lainnya. Kemudian dilanjutkan generasi selanjutnya para tabi’in dan tabi’it-tabi'in. Metode tafsir yang menggunakan metode periwayatan seperti ini, dikenal dengan tafsir bil-ma'tsur. Kemudian berkembang lagi pada generasi selanjutnya yang menggunakan metode bil-ra’yi untuk menafsirkan al-Quran. Seperti: Imam ar-Razi, Imam Zamakhsyari, Abi Hayyan Andalusi, Ibnu Sa'ud dan sederet ulama lainya. Penafsiran inipun beragam dalam bidang-bidang tertentu, ada yang condong kebidang teologi, linguistik, hukum-hukum syariat bahkan isyarat-isyarat untuk mendekatkan diri pada Allah yang biasa dikenal dengan tafsir sufi/isyari. 

Pada masa dekade abad ke-20 ini, seiring perkembangan ilmu teknologi semakin canggih telah muncul metode baru yaitu tafsir saintifik. Kemunculan ini berangakat dari para ilmuan islam ketika melihat ayat-ayat Al-Quran yang telah banyak mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang perlu dikaji ulang dan dibuktikan kebenarannya. Maka dalam hal ini ulama berlomba-lomba untuk menguak misteri dan nilai hikmah dibalik ayat-ayatnya.

Maka dalam tulisan ringan ini penulis mengajak pembaca untuk sedikit merenungi dan mentadabburi bebarapa ayat al-Quran yang mengandung nilai ilmiah, yang sisi kebenaranya hanya bisa di buktikan pada masa moderen ini melalui penelitian para ulama saint yang telah melakukan riset dan penelitian secara mendalam. Kebenaran ini semoga bisa menumbuhkan rasa keyakinan dan keimanan akan agama kita yang lurus, tidak bertentangan pada ilmu pengetahuan modern dan menambah kecintaan kita pada al-Quran dengan senantiasa mentadabburi ayat-ayat-Nya.

Dalam surat al-Ghasyiah ayat 17-20 Allah berfirman:

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ{17} وَإِلَى السَّمَاء كَيْفَ رُفِعَتْ{18} وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ{19} وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?" (QS. Al-Ghasyiah: 17-20).

Ayat-ayat di atas menganjurkan kita untuk berpikir dan merenungkan ciptaan-Nya yang begitu agung dan tersirat di dalamnya nilai keilmuan yang luar biasa. Mungkin sesaat bila memperhatikan ayat di atas, maka akan timbul di benak kita mengapa harus unta yang dijadikan objek? kenapa langit yang menjulang tinggi, gunung sebagai paku bumi dan bumi yang luas? Apa maksud dan tujuan Allah mengatakan itu semua. 

Untuk mengetahui keagungan dan rahasia empat makluk ciptaan allah itu kita perlu memerhatikan fakta ilmiah yang telah di uji coba oleh para ilmuan.

a. Fakta Ilmiyah Tentang Unta:

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?" (QS. Al-Ghasyiah: 17). 

Dalam suatu riwayat yang telah di rawikan oleh Imam Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Qatadah dikemukakan bahwa, ketika Allah melukiskan ciri-ciri surga, kaum kaum yang sesat merasa heran. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai perintah untuk memikirkan keluhuran dan keajaiban ciptaan Allah. Maka dari riwayat ini jumhur ulama menafsirkan kata “ibil dengan unta walau sebagian ulama lain ada yang menafsirkan lain tapi ini dinilai lebih kuat karena berdasarkan riwayat.

Ketika Allah mengajak kita untuk memperhatikan unta, terdapat rahasia dan keajaiban dalam mahluk Allah yang satu ini. Salah satu indikasinya dalam Zoologi (IlmuHewan) telah ditemukan fakta ilmiah bahwa Unta memiliki kemampuan untuk memproduksi air dari lemak yang terdapat dalam punuknya melalui suatu proses kimia yang tak dapat ditandingi oleh industri manapun di dunia ini. 

Para pakar Fisiologi dan Kimia-pun berpendapat bahwa bahan baku yang paling baik dan mudah didapatkan untuk membuat air adalah lemak dan karbohidrat, karena dari proses pembakaran dari dua zat ini akan dihasilkan air, CO2, serta energi dalam jumlah skala besar yang digunakan tubuh unta dalam melakukan berbagai aktivitasnya. Cadangan lemak itu, tidak disimpan di bawah lapisan kulit seperti manusia, sebab kalau disimpan di bawah kulitnya, suhu tubuhnya akan meningkat drastis dan hal ini akan berakibat fatal. Akan tetapi, dengan kekuasaan Allah, lemak tersebut tersimpan dalam punuknya. Akibatnya suhu tubuh unta tetap stabil dan terhindar dari dehidrasi karena keluarnya keringat secara berlebihan. Dan begitu juga unta dapat menjaga kestabilan jumlah cairan di dalam tubuhnya.

Ilmu pengetahuan modern menghasilkan penelitian bahwa kestabilan suhu tubuh unta melebihi hewan yang lain. Unta juga termasuk hewan yang mempunyai darah hangat dan memiliki cara tersendiri untuk menghindari suhu dingin. Ketika suhu udara dingin pembuluh-pembuluh yang terdapat di dalam kulitnya berkontraksi dan menciut sehingga kulitnya menjadi dingin. Dalam kondisi seperti ini, kulit unta berfungsi sebagai isolator agar hawa panas yang terdapat dalam tubuhnya tidak keluar. Sehingga menghindari menurunnya suhu di dalam tubuh unta. Akan tetapi jika sesudah itu tetap kedinginan, maka tubuhnya akan menggigil dan suhu tubuhnya menjadi hangat. 

Unta juga memiliki daya tahan tubuh dan kemampuan beradabtasi dengan cuaca yang ekstrim dan bersuhu tinggi, seperti di padang pasir. Pada siang hari tubuh unta mengantisipasi temperatur udara yang cenderung panas, dengan meningkatkan suhu tubuhnya hinggá mencapai 40,5 °C. Sedangkan ketika cuaca dingin, unta mengantisipasinya dengan mentransfer daya tahan tubuhnya keluar. Tubuhnya dapat bertahan terhadap perubahan suhu yang berkisar antara 35 °C hingga 40,5 °C. Jika kita bandingkan dengan suhu tubuh manusia, maka suhu tubuh manusia dalam kondisi normal adalah 37 °C. Penurunan dan peningkatan suhunya dari kondisi normal walaupun sedikit akan membuat manusia jatuh sakit. Manusia juga akan mati apabila suhu tubuhnya berfluktuasi seperti suhu tubuh unta yang dapat berubah-ubah antara 35-40,5 °C .

Menurut Imam Mawardi –sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya al-Jami li Ahkam Al-Qur’an menjelaskan; mengapa unta yang disebutkan dalam ayat itu dan bukan hewan yang lain? Beliau memberikan alasan, karena unta secara fungsi dapat dilihat dari 4 dimensi; Pertama; Halubah (penghasil susu), kedua; Rakubah (saran transportasi), ketiga, Akulah (bahan konsumsi), keempat; Hamulah (Sarana angkutan).

b. Tiga Bingkai Fenomena Semesta Yang Harmonis (Ayat 18-20);
وَإِلَى السَّمَاء كَيْفَ رُفِعَتْ{18} وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ{19} وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ{20} 
"Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?" (QS. Al-Ghasyiah: 18-20). 
1. Langit Sebagai Atap Bumi Yang Tak Bertiang
Kemudian pada ayat 18, Allah mengajak manusia untuk memperhatikan bagaimana langit ditinggikan. Ayat lain yang dapat melengkapi bagaimana langit itu ditinggikan, seperti ayat 2 surat al-Ra`du;

اللّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا 

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat”. (QS. al-Ra'du: 2).

Dan ayat 10 Surat Luqman;

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا 

“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya”. (QS. Luqman: 10).

Dalam penafsiran ayat ini Imam Alusi menjelaskan bahwa Allah menciptakan langit dengan tanpa tiang yang dapat dilihat, dari kata- tanpa tiang yang dapat dilihat- memberikan pengertian bahwa Allah meniggikan langit dengan memakai pilar/tiang tapi tidak dapat dilihat, yaitu tiang qudrah (`amad al-qudrah). Dan dalam istilah ilmu antariksa adalah gaya gravitasi (`amad al-jadzibiyah) yang juga tidak keluar dari qudratullah.
Selanjutnya pakar tafsir kontemporer sains Dr. Athif Maliji menjelaskan lebih luas bahwa, dua ayat tadi,-al-Ra`du: 2 dan Luqman: 10-, memberikan isyarat adanya daya tarik menarik (gravitasi) yang kuat diantara benda-benda langit dengan jarak yang saling berjahuan, dengan demikian tidak saling berbenturan antara satu dengan yang lainnya, dimana lembaga-lembaga sains dan tehnologi pada abad 17 M, menganut teori ilmuan Yunani kuno yang menyatakan; bintang-bintang yang ada dilangit bergelantungan pada bundaran kristal dan bumi tetap pada poros alam semesta, sehingga pada abad itu, ditemukan teori baru yaitu gaya gravitasi dan pegaruhnya terhadap tatanan semesta alam oleh ilmuan Inggris yang bernama Ishak Newton. Teori gravitasi ini menegaskan bahwa apabila tidak ada gaya Gravitasi -dimana setiap benda alam semesta berjalan pada porosnya- maka akan terjadi benturan dahsyat antara benda-benda tersebut dan alam ini akan hancur. Kemudian akhir-akhir ini, para ilmuan antariksa telah menemukan ‘Benang alam semesta’(khuyuth kauniyah) yang menghubungkan benda-benda yang di jagad raya; langit, bumi, planet, bintang dan sebagainya.
Di dalam al-Qur`an, Allah mengarahkan perhatian pada sifat langit yang sangat menarik, allah berfirman dalam surat al-anbiya 32:

وَجَعَلْنَا السَّمَاء سَقْفاً مَّحْفُوظاً وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ 

”Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda yang terdapat padanya” (QS. al-Anbiya` 32). 

Menurut Professor Doktor Adnan Oktar pakar sains islam asal Ankara-Turki yang biasa di kenal dengan sebutan Harun Yahya menuturkan; Sifat langit ini telah dibuktikan dengan riset ilmiah yang dilakukan pada abad 20. Atmosfer yang menyelimuti bumi mempunyai fungsi penting demi kesinambungan kehidupan, seraya menghancurkan banyak meteor besar dan kecil yang mendekati bumi, atmosfer mencegahnya jatuh ke bumi dan membahayakan mahluk hidup.
Selain itu atmosfer menyaring cahaya dari luar angkasa yang berbahaya bagi mahluk hidup. Uniknya, atmosfer membiarkan menerobosnya cahaya yang bermanfaat dan tidak berbahaya, seperti sinar tampak, sinar ultraviolet, yang hanya sebagian kecil yang dibiarkan masuk oleh atmosfer, sangat penting untuk fotosentesis tumbuhan dan pertahanan hidup semua mahluk. Mayoritas sinar ultraviolet yang kuat dari matahari disaring oleh lapisan ozon atmosfer dan hanya bagian terbatas dan penting dari ultraviolet yang mencapai bumi. Fungsi atmosfer juga melindungi bumi dari dingin luar angkasa yang membekukan, yaitu sekitar minus 270 °C. Dan, selain atmosfer yang melindungi bumi dari efek yang berbahaya adalah “Sabuk Van Allen” -lapisan yang ditimbulkan medan magnet bumi-, ia juga bertindak sebagai perisai terhadap radiasi berbahaya yang mengancam planet bumi. Radiasi ini, yang secara konstan dipancarkan matahari dan bintang lain, sangat mematikan mahluk hidup dan menghancurkan semua kehidupan di atas bumi.
2. Gunung Sebagai Paku Bumi
Pada ayat ke 19, Allah mengajak manusia untuk memperhatikan bagaimana gunung itu ditegakkan. Ada beberapa ayat lain, yang ada kaitan dengan masalah gunung, seperti al-Nahl 15:

وَأَلْقَى فِي الأَرْضِ رَوَاسِيَ أَن تَمِيدَ بِكُمْ 
 ” Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu”.

Dan surat al-Naba` 6-7:

(أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَاداً(6) وَالْجِبَالَ أَوْتَاداً(7 
  ”Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak ?”. 

Kedua Ayat ini mengisyaratkan gunung sebagai pasak atau paku bumi, yang dapat menjaga keseimbangan bumi agar tidak goncang, dan telah dibuktikan secara ilmiah terdapat kesesuaian distribusi dan penyebaran gunung secara merata di persada bumi ini.
Peran gunung dalam menjaga keseimbangan permukaan bumi sangat jelas sekali. Khususnya gunung yang disebut oleh ahli geologi dengan barisan pegunungan (mountain chain) lipatan. Pegunungan ini tersebar di beberapa benua di dunia. Dan di bawah kulit bumi telah ditemukan, bahwa lapisan kulit bumi memiliki ketebalan antara 30-60 km. Penemuan ini diperoleh melalui peralatan yang canggih seperti alat yang bernama seismograf yang mampu mengetahui bahwa semua gunung memiliki akar terhunjam dilapisan yang liat untuk menguatkan lapisan kulit bumi yang paling tinggi dan keras seperti fungsi sebuah pasak. Gunung juga bekerja sebagai penahan benua-benua dari hantaman batu-batu karang yang mengalir di bawah kulit bumi yang keras ini. Bila akar gunung yang sangat kokoh tidak ada, maka lapisan kulit bumi akan menjadi sangat lunak. Sehingga, tidak ada lagi keseimbangan dan kekokohannya.
3. Bumi Bulat Terhampar 
Pada ayat 20, Allah mengajak manusia untuk berfikir bagaimana bumi itu dihamparkan. Ayat ini mengisyaratkan bentuk bumi. Sehingga pertanyaan yang muncul apakah bumi bulat atau terhampar? Untuk masalah ini, ada beberapa ayat yang berkaitan, diantaranya; Surat al-Naazi`aat 30:

وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا 
”Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya”. 

Kata ( دحا) menunjukkan 2 arti: 1. Datar dan luas 2. Bergulung. Inilah kejutan al-Qur`an yang secara lugas mengungkapkan keadaan bumi yang kita lihat dengan mata telanjang dalam bentuk fenomena terhampar datar dan sangat luas.

Sedangkan bumi itu sebenarnya bulat seperti telur. Ayat-ayat yang dijadikan hujjah bulatnya bumi; surat al-Rahman 17:
رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ 
"Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya". 

Seandainya bumi datar, maka mesti hanya ada satu tempat terbit dan satu tempat terbenam. Tetapi karena bumi bulat, ketika matahari berada di timur bumi, ia akan menyinari sisi bagian timur saja, dan membuat gelap sisi bumi bagian barat, karena terhalang mendapatkan cahaya. Demikian pula yang terjadi sebaliknya. Ayat yang juga menunjukkan bumi bulat surat al-Zumar 5:

خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَعَلَى اللَّيْل
”Dia menggulungkan malam atas siang dan menggulungkan siang atas malam”. 

Istilah bergulung tidak sempurna dilakukan kecuali oleh benda yang bulat. Bukti yang paling meyakinkan adalah hasil dari pemotretan kamera canggih dari satelit buatan yang telah mengabadikan beberapa bentuk gambar bumi bulat, dilihat dari ruang angkasa.
Dalam ayat-ayat yang telah di singung tadi allah telah menyebutkan 4 makhluk yang luar biasa dalam ayat-ayatnya secara berurutan ini merupakan salah satu kehebatan al-Qur`an. Mengapa? Sebab dalam 4 ayat tadi, dengan segala ke-ijaz-annya, dapat menyinggung beberapa disiplin ilmu pengetahuan; zoologi (ilmu hewan), astronomi dan antariksa, arkeologi dan vulkanologi, geografi, serta geologi.
Allah menjadikan al-Quran sebabagi petunjuk dan hidayah bagi hamba-Nya, tak terkecuali ayat-ayatnya yang telah memuat nilai keilmiahan yang tak lepas dari petunjuk dan hidayah-Nya, menyuruh kita untuk berpikir, merenungi dan mentadabburi. Maka dalam koridor petunjuk ini siapa saja bisa merasakan petunjuk-Nya tergantung dari segi mana memandang sisi al-Quran baik orang awam maupun orang khusus termasuk para ilmuan juga bisa saja mendapatkan petunjuk dari ayat al-Quran yang mengandung muatan sains. Seperti yang telah terjadi pada professor Tajasen seorang pakar anatomi dan guru besar dalam bidang anatomi di universitas Chiang Mai Thaialand, beliau masuk Islam setelah membaca, merenungi dan membuktikan kebesaran allah lewat ayat:
إنَّ الذٌينّ كّفّرٍوا بٌآيّاتٌنّا سّوًفّ نصليهم نّارْا كٍلَّمّا نّضٌجّتً جلودهم بدلناهم جلوداَ غيرها ليذوقوا العّذّابّ إنَّ اللَّهّ كّانّ عّزٌيزْا حّكٌيمْا “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. an-Nisa: 56).
Sang professor bisa mengerti alasan kenapa allah menyiksa orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayatnya dengan siksaan yang pedih yaitu pembakaran dan pengulitan yang berulang-ulang. Setelah perenungan yang panjang dan penelitian mendalam dalam bidangnya (anatomi) beliau bisa memahami alasan itu dan membenarkanya; dalam potongan ayat itu dia menemukan konsep nyeri yang menimbulkan rasa sakit terhebat, melalui metode ilmu anatomi dan fisiologi yang telah dikuasai. Menurutnya seseorang nyeri didefenisikan sebagai sensori (rasa indrawi) dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi rusak, atau tergambarkan seperti itu. Menyitir salah satu defenisi tersebut, proses yang obyektif nyata yang terjadi bila nyeri muncul adalah akibat kerusakan jaringan. Selanjutnya dia menuturkan; Ada bagian-bagian tertentu dalam tubuh kita yang berperan spesifik untuk merespons atau mengantar sensasi nyeri, yakni ujung syaraf bebas. Dan ternyata tidak semua ujung-ujung syaraf berperan sebagai sarana pengangkut sensasi nyeri, ternyata kini diketahui hanya 2 tipe serabut syaraf yang berperan sebagai pengangkut nyeri yakni syaraf C dan A (delta). Ujung akhiran syaraf (NERVE ENDING) penghantar nyeri tersebut secara histologis “hanya terdapat pada lapisan kulit (dermis) saja !”.
Bila dokter mau melakukan sebuah sayatan bedah, maka dokter biasanya menyuntikkan obat blok terhadap syaraf tersebut (anestetik local) hal itu dimaksudkan agar signal nyeri akibat kerusakan jaringan tidak diteruskan ke sentral sehingga pasien yang tengah diiris, dipotong, disayat jaringan tubuhnya tidak merasa sakit sama sekali. Dan agar diketahui, sensasi sakit tersebut hanya ada pada lapisan kulit saja (otot, lapisan lemak tidak menyebabkan sensasi sakit sama sekali bila dilukai).
Itulah mengapa al-Qur’an mengatakan; ”Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab....”
Kemudian proses penyiksaat lain adalah dengan dimasukannya ke api neraka bisa diartikan proses pembakaran. Menurut Prof. Tajasen bahwa; Diantara semua bentuk musibah fisik yang dialami manusia, boleh dibilang kecelakaan akibat luka bakar merupakan musibah yang paling sial dari semua musibah-musibah yang ada dimuka bumi. Komplikasi akibat luka bakar sangat kompleks (dari ujung rambut hingga ujung kaki) dan sukar ditangani, biasanya pasien-pasien yang menderita luka bakar dengan prosentasi yang tinggi akan meninggal dunia, sukar memanage korban luka bakar. Mulai dari, pembengkakan pada daerah orofarings, intoksikasi karbon, dehidrasi berat, asidosis, ancaman gagal ginjal, kebocoran kapiler diseluruh tubuh, hingga ancaman sepsis berat akibat infeksi dan semua model symptom menakutkan dan mematikan ada dalam korban ”luka bakar”, Pantas bila al-Qur’an menyebut ”pembakaran” adalah model siksaan yang paling pedih, bukan model-model lain seperti (pentungan, pukulan, tusukan dan sebagainya).
Agama tidak hanya mendorong studi ilmiah, tapi juga menjadikan riset ilmiah konklusif dan tepat guna, karena didukung oleh kebenaran yang diungkapkan melalui agama. Alasannya, agama adalah sumber tunggal yang menyediakan jawaban yang pasti dan akurat. Riset, jika dimulai dengan landasan yang akurat dan tepat, akan mengungkapkan kebenaran mengenai fenomena alam semesta dalam waktu yang tersingkat, dan dengan upaya dan energi yang minimum. Seperti di nyatakan oleh Albert Einstein, yang di anggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar abad ke 20, “Sains tanpa agama adalah pincang”, dengan perkataan lain, ilmu pengetahuan tanpa panduan agama tidak akan berjalan dengan benar, tetapi justru banyak membuang waktu, energi dan biaya. Bahkan seringkali tidak memperoleh hasil yang menyakinkan.
Maka dalam Islam ilmu pengetahuan tidak bertentangan antar keduanya bahkan saling mendukung untuk mencapai sebuah perdaban baru yang lebih maju. Richard Gregory dalam Religion in Science and Civilization menulis: "Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan insani di seluruh taraf-taraf peradaban, dan untuk mencapai cita-cita tinggi, maka ilmu pengetahuan sangat perlu bagi kehidupan kita dan agama menentukan arti hidup manusia; kedua-duanya itu dapat menemukan lapangan umum untuk bekerja, tanpa ada pertentangan antara keduanya".
Ikhtitam
Dari pemaparan penulis di atas kita bisa memetik beberapa pelajaran berharga tentang ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur'an, diantaranya sebagai berikut:
- Dalam rangkaian ke-tiga ayat terakher tadi kita bisa mengambil pelajaran bagaimana Allah memberikan kenikmatan pada kita dengan menjadikan alam ini seimbang dan aman dari segala ancaman bahaya alam semesta; baik dari dalam atau luar bumi tempat kita berpijak. Kita patut mensyukuri nikmat Allah yang agung ini sehingga sampai sekarang kita masih bisa menghirup udara segar dan aman dari bahaya musibah alam. Dan semoga kita kelak di hari akhir termasuk dari golongan orang-orang yang di selamatkan dari azab Allah yang pedih dalam neraka.

- Dari beberapa ayat yang telah kita bacakan tadi masih banyak lagi ayat yang berbicara soal sains dan IPTEK. Tapi dengan begitu tidak bisa dikatakan bahwa al-Quran adalah kitab ilmu pengetahuan, seperti biologi, fisika, matematika, geografi dan sebagaianya karena al-Quran semata-mata kitab petunjuk bagi kita yang di dalamnya memuat banyak sekali berbagai ilmu, baik ilmu akhirat atau dunia dengan sekian kebenaran fakta ilmiah yang telah dipaparkan al-Quran semuanya dimaksudkan untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan ke-Esa-an-Nya, serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya.

- Dengan ayat-ayat kauniyah-Nya pula pertanda betapa luas ilmu Allah. Dan itu baru sebagian kecil dari ilmu-Nya. Allah berfirman (QS. al-Kahfi: 109):

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً 
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".

- Dengan ayat-ayat ilmiahnya ini juga menunjukkan bahwa al-Quran ditujukan tidak hanya untuk orang-orang Arab, walaupun telah menggunakan dengan bahasa mereka. Tapi al-Quran di tujukan untuk segenap manusia di seluruh jagat raya.

- Al-Quran sendiri menjelaskan bahwa diantara hakikat kandungan al-Quran akan menjadi kenyataan sesudah periode/abad al-Quran diturunkan. Al-Quran menjelaskan segala sesuatu (Surat al-Nahl 89), Keajaibannya tidak akan pernah habis (HR. Turmudzi). Allah berfirman:

وَيَوْمَ نَبْعَثُ مِن كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً ثُمَّ لاَ يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ وَلاَ هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ 
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.

Bisa kita bayangkan bagaimana al-Quran diturunkan pada seorang hamba Allah yang ummi, tidak bisa membaca dan menulis, hal ini mustahil bila ayat-ayat yang disampaikan beliau sebagai tangan Tuhan untuk kita hanya rekaan nabi, dan al-Quran telah memuat segalanya mulai dari unsur-unsur yang bersifat agamis sampai yang berbau isyrat-isyarat keilmuan moderen, seperti: biologi, fisika, kimia, anatomi, arkeologi, geologi, kosmologi, zoologi, embriologi dan keilmuan modern lainya yang hanya kebenaranya bisa terungkap pada masa sekarang ini. Sehingga dari dimensi ini kebanyakan para ulama menggolongkan dalam katagori i’jaz -Quran (i’jaz ilmi).

Semua cabang ilmu yang muncul di dunai ini pada hakekatanya ditujukan dalam rangka khidmatul-Qur’an, untuk megetahui makna, memahami tujuan dan menguak akan kebenaran al-Quran. Sehingga kita akan bisa menemukan relefansi al-Quran yang “sholihun likulli zaman wa makan”.

Dan terakhir, Allah telah memuji hamba-hamba-Nya yang telah menggunakan daya pikirnya untuk merenungi, mentadaburi dan memahami secara benar makna dan hakekat tujuan al-Quran dengan sebutan orang yang “alim”. Allah berfirman dalam surat al-ankabut 47:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ 
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu".
Wallahu A'lam Bi Shawab.

Monday, December 5, 2011

Balada Perjalanan Haji Mahasiswa Perantau di Mesir Th. 2008

Oleh: Agus Khamid Baidlowi, Lc. 
(Anggota Kompaks yang berstatus sebagai mahasiswa Al-Azhar Cairo Fak. Ushuluddin Hadits)

Masyarakat Indonesia umumnya mengira para mahasiswa yang belajar di jazirah Arab akan dengan mudah menunaikan haji setiap tahun, seperti layaknya berwisata tahunan. Anggapan itu salah besar. Saya, yang telah empat tahun belajar di universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, baru mendapat kesempatan mengunjungi baitullah setelah menunggu cukup lama, sembari mengumpulkan dana untuk berhaji, yang jumlahnya cukup besar bagi mahasiswa yang mengandalkan beasiswa seperti saya.

Di Mesir, pengurusan ibadah haji tidak dilakukan oleh pemerintah, seperti halnya Kementerian Agama di Indonesia. Di sini, segala urusan diserahkan kepada pihak swasta, sehingga kemungkinan terjadi kartel sangat terbuka. Akibatnya, biaya haji terbilang tinggi, mencapai $3000 untuk kelas ekonomi, hingga $6000 untuk kelas VIP.

Kami para mahasiswa, cukup mendapat keringanan dengan membayar 'hanya' sekitar $1650 Dollar USA. Angka itu adalah biaya yang ditetapkan untuk membayar transportasi dan administrasi haji. Penginapan, makan, dan segala perlengkapan haji, termasuk pembayaran denda ataupun hewan kurban, diurus oleh masing-masing jamaah haji.

Tingginya biaya berhaji, membuat tak semua masyarakat mesir dapat menunaikan rukun Islam kelima itu. Bahkan, seperti halnya di Indonesia, panggilan "pak haji atau ibu hajjah," atau disini disebut "ya hajj dan ya hajjah" sangat prestisius.

Perjalanan dengan Kapal laut

Jamaah haji asal Mesir, dapat memilih dua jenis alat transportasi, melalui jalur udara atau jalur laut. Saya sendiri memilih kapal laut, dengan beragam alasan.

Perjalanan dimulai pada Jumat malam sekitar pukul 22.00 WK (Waktu Kairo). Di pelataran Suq Sayarah (tempat jual beli mobil di Madinat Nasr Kairo), berjajar lima bus eksekutif yang akan membawa 200 mahasiswa yang hendak bertolak ke pelabuhan Safaga, sebelum kemudian berpindah ke kapal laut menuju Jeddah-Makkah-Madinah.

Perjalan dari pelabuhan Safaga menuju pelabuhan Jeddah membutuhkan waktu sekitar 37 jam atau sekitar 1 hari dua malam. Dalam perjalanan menuju Jeddah, kami menikmati pemandangan Laut Merah yang begitu indah dengan cuaca yang lumayan dingin. Setelah seharian kita di kapal, waktu menunjukkan pukul 02.00 suara dari tempat informasi berkumandang; "Para penumpang kapal yang budiman, kita telah memasuki miqot haji Juhfah". Informasi itu menandakan bahwa kami harus segera bergegas mengganti baju dengan kain ihram.
Pukul 09.00, kami telah sampai di pelabuhan Jeddah. Lima jam kemudian, seluruh anggota rombongan telah mulai menginjak tanah Makkah al-Mukarromah. Oleh pengelola travel perjalanan, kami disewakan sebuah penginapan sederhana di daerah Misfalah. Namun saya tidak memanfaatkan fasilitas tersebut, karena saya memilih bergabung dengan jamaah haji asal Indonesia.

Saat Tiba di Tanah Suci Mekkah

Setelah menempuh perjalanan panjang melalui jalur laut, dan alhamdulillah puji syukur saya telah sampai di Makkah, menjejakkan kaki di Masjidil Haram yang indah, air mata saya deras mengalir tak tertahan. Sungguh bergetar hati saya menyaksikan dan merasakan atmosfer masjid yang sebelumnya hanya bisa saya pandangi dari gambar-gambar dan siaran televisi.

Tanpa menyiakan waktu, segera saya bergegas mengambil wudhu, lantas menunaikan Thawaf mengelilingi Ka'bah. Dilanjutkan lari-lari kecil ke bukit Shofa-Marwah untuk Sa'i, dan memangkas sedikit rambut sebagai penyempurna Umrah pertama saya di tanah suci.

Lelah setelah menempuh perjalanan jauh disambung dengan Umrah, saya pun dengan cepat terlelap. Di hari kedua, seakan 'maruk', saya kembali memanfaatkan waktu dengan menunaikan ibadah Umrah, bahkan hingga dua kali berturut-turut.

Hari ketiga di Makkah, saya memutuskan meninggalkan penginapan yang disediakan pengelola travel dari Mesir untuk para mahasiswa. Sesuai pesan Ibunda tercinta, saya hendak bergabung dengan jamaah haji asal Indonesia, dan terutama, menemui Budhe yang tengah menunaikan ibadah haji.

Tak sulit menemukan jamaah haji asal Indonesia. Diantar taksi, saya telah menemukan maktab pemondokan jamaah haji asal Pekalongan, kampung halaman saya. Beruntung, saya diijinkan bergabung di maktab, setelah meminta ijin secara khusus kepada pembimbing KBIH yang mendampingi jamaah. Secara kebetulan, pembimbing haji yang saya temui tak lain adalah KH Kholil Muhdlor, alumni sebuah universitas di Madinah, yang juga guru bahasa Arab saya di Madrasah Aliyah Simbang Kulon, Pekalongan.

Jadi Pengawal dan Tukang Menawar

Budhe saya yang sudah menanti kedatangan keponakan tercinta, segera menyambut dengan hangat. Saya segera menghaturkan salam dan melepaskan kangen.

Selama tinggal di maktab jamaah haji Indonesia, seringkali saya didaulat menjadi pengawal untuk menemani para jamaah menunaikan ibadah. Berbekal kemampuan bahasa Arab yang cukup memadai, saya juga diandalkan untuk menawar barang-barang yang ingin dibeli para jamaah sebagai buah tangan. Jamaah haji asal Indonesia memang doyan berbelanja, he-he-he.

Berkali-kali menunaikan ibadah Umrah, tibalah waktu haji ditunggu-tunggu. Tanggal 9 Dzulhijjah, yang disebut juga Hari Arafah, adalah saat terpenting dalam pelaksanaan ibadah haji. Ibadah Wukuf, yakni berdiam di padang Arafah, merupakan merupakan salah satu Rukun Haji yang tidak dapat ditinggalkan ataupun ditukar dengan denda. Apabila jamaah haji tidak dapat melaksanakan Wukuf, maka hajinya tidak sah dan batal.
Hari Arafah merupakan hari yang mustajab. Saat Wukuf, jamaah haji hendaknya mengisi waktu dengan memperbanyak Talbiyah, Dzikir, Istighfar, Takbir, Tahlil dan Tahmid serta berdoa untuk dirinya, anak, orang tua, saudara dan kerabat muslim lainnya. Labbaik Allahumma labbaik....

Selesai wukuf saat terbenamnya matahari, kami, seluruh jamaah haji dari seluruh belahan dunia, bersiap-siap meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah sebelum tengah malam.

Malam itu, tanah Muzdalifah yang begitu luas dipadati oleh jamaah haji yang berpakaian ihram serbaputih. Di sini, jamaah haji menunaikan salah satu rukun haji, yakni Mabit atau bermalam di Muzdhalifah, sambil mengumpulkan 63 kerikil untuk ritual Lempar Jumrah keesokan harinya. Lewat tengah malam, jamaah haji segera bertolak ke Mina guna melempar Jumrah Aqobah.
Secara keseluruhan, seluruh ritual pelaksanaan ibadah haji berjalan mulus lancar tanpa hambatan berarti. Justru, masalah besar terjadi saat saya sedang menziarahi makam Rasulullah Muhammad SAW di Madinah. Sempat berdebat dengan kaum Wahabi yang saya temui di Masjid Nabawi, saya pun digelandang ke kantor polisi.

Digelandang ke Polisi di Masjid Nabawi

Ibadah haji di Makkah berjalan lancar, tanpa ada halangan suatu apa. Sebelum bertolak kembali ke Kairo, Mesir, saya berniat mengunjungi "rumah" baginda Nabi Muhammad SAW, makhluk terhebat dan termulia di jagad raya ini. Di sinilah 'tragedi kecil' itu terjadi, saya digelandang ke kantor polisi setelah berdebat panjang dengan kaum Wahabi.

Saya berangkat ke Madinah bersama rekan-rekan mahasiswa jamaah haji asal Mesir. Di sana, kami menyewa losmen sederhana sebagai tempat tinggal dengan biaya bersama, secara patungan. Hari pertama di Madinah, saya pun langsung bergegas menunaikan sholat jamaah di Masjid Nabawi, dan setelah itu saat yang ku tunggu-tunggu yakni menziarahi raudlah sayidina Rasulullah saw.

Tangis bahagia tak terbendung, mengiringi syukur tak terhingga dapat mengunjungi Rasulullah.
Saya tinggal di Madinah kurang lebih 5 hari. Di hari ketiga, saya kembali berjumpa dengan rombongan jamaah haji asal Indonesia. Bertemu kembali dengan budhe, saya didaulat menjadi pengawal untuk mengantar beliau beserta beberapa kawan menziarahi makam Rasul.

Di sinilah aku mendapatkan pengalaman berharga yang tidak akan bisa terlupakan seumur hidupku atas perlakuan orang-orang Wahabi yang memiliki kepercayaan berseberangan dengan saya. Begini ceritanya.
Setelah saya mengantarkan budhe dan jamaah lainnya persis di samping pintu keluar dari makam, saya segera memimpin doa yang diamini oleh segenap jamaah. Di saat kami khusyu melantunkan doa, tiba-tiba seorang petugas penjaga masjid mendatangi kami, menegur dengan keras, "Wahai saudaraku, haram berdoa menghadap raudloh Rasulullah. Berdoalah menghadap kiblat!"
Saya masih terus berdoa, mencoba tidak menghiraukan ucapannya. Setelah petugas tersebut mengulangi ucapannya hingga 3 kali, dengan nada bicara semakin keras, saya pun menghentikan doa dan menanggapi tegurannya.
"Wahai saudaraku, kenapa kita tidak boleh berdoa menghadap raudlah Rasulullah? Bukankah Allah itu Maha Mendengar atas segala penjuru arah, tidah hanya arah kiblat saja," jawabku.
Mendengar jawabanku, petugas itu tak mau kalah. Kami pun terlibat perdebatan sengit. Saat dia tak lagi dapat menjawab bantahan-bantahan yang saya lontarkan, dia meminta bantuan rekannya. perdebatan terus berlanjut. Akhirnya, merasa kewalahan, kedua orang tersebut marah dan merasa dipermalukan. Saya dituduh menghina mereka, lantas dipanggillah seorang polisi untuk menangkapku.

Oleh polisi, saya digiring ke tempat khusus, diinterogasi oleh sekitar 10 orang Polisi Adab. Saya dihujani berbagai macam pertanyaan yang menyangkut akidah. Dengan santai, saya coba menjawab berdasar pengetahuan yang saya dapat selama menimba ilmu di Jurusan Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Namun curang, seringkali jawaban saya dipotong sebelum sempat terjawab sempurna.

Selama hampir satu jam saya 'dikeroyok'. Bukan hanya itu, intimidasi semakin keras karena kartu maktab dan fotokopi paspor saya turut ditahan. Bahkan, saya diancam akan diadukan ke pengadilan atas dalih penghinaan, yang minimal hukumannya penjara bawah tanah.

Berpikir panjang, akhirnya saya memilih "mengalah". Saya mengiyakan saja semua yang mereka katakan, berharap segera diperbolehkan keluar dari tempat itu. lebih baik mengalah daripada terus berdebat kusir yang tidak berimbang.

Akhir yang Indah

Di hari berikutnya, justru Allah mempertemukanku dengan orang saleh dari Sudan.Umurnya sudah di atas 50 tahun. Beliau dengan kerendahan hatinya menghampiriku dan mengajak berbincang-bincang masalah agama dengan berbahasa Arab fasih. Orang itu sungguh sangat mencintai baginda rasulullah dan ahli baitnya (para wali Allah). Beliau banyak menanyakan hal-hal penting kepadaku tentang kelimuan agama Islam, baik tentang aqidah, fiqih dan tasawuf, karena beliau ternyata seorang salik dari tarekat Qadiriyah (Syeikh Abdul Qodir Jailani). Beliau sungguh sangat takjub dengan jawaban-jawaban yang saya berikan. Tak terasa sudah tiga jam lebih berbincang-bincang dengan beliau, dan diakhir perbincangan beliau bertanya kepadaku; "Dari mana pemahaman ilmu-ilmu baru dan luar biasa yang telah anda paparkan kepadaku, saya ingin berguru kepada orang saleh yang mengajarimu?" Aku jawab: "Itu semua adalah  ilmu-ilmu penting yang aku dapatkan dari seorang guru sejatiku di Mesir, beliau adalah guru spiritualku, semoga anda diberi anugerah mendapatkan kesempatan untuk berguru kepada beliau". Saya merasa puas dan bersyukur, karena Allah telah mempertemukanku dengan orang tersebut. Semoga dikesempatan yang lain kita bisa di pertemukan lagi.

Pada hari ke-4 saya bersiap-siap untuk mengurus pasporku di kantor imigrasi Madinah untuk segera pulang kembali ke negara Mesir tercinta. Lima hari di Madinah benar-benar saya puasin untuk beribadah dan berziarah ke raudlah rasulullah setiap harinya, dan tak lupa juga menziarahi Maqbarah Baqi’ (tempat dimakamkannya para sahabat rasulullah dan juga para syuhada sabilillah).

Tibalah hari akhirku menginjakkan kaki di tanah Madinah. Hari itu saya berpamitan kepada seluruh rombongan haji dari Pekalongan untuk segera kembali guna melanjutkan studi mengais ilmu di bumi kinanah Mesir.

Al-hamdulillah, akhirnya saya dan seluruh mahasiswa jamaah haji dari Mesir dengan transportasi kapal laut, tiba dengan selamat tanpa ada halangan sekecil apapun. Tiada kata yang bisa saya ucapkan kecuali puji syukur atas anugerah yang telah Allah berikan kepadaku dalam menunaikan ibadah haji yang mulia ini, sehingga bisa menikmati dan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya di dua tanah suci Mekkkah dan Madinah. Semoga semua amal ibadah yang telah saya kerjakan, diterima di sisi Allah, menjadi ibadah haji mabrur, yang tiada balasannya kecuali surga dan ridlo-Nya. Amien.


*) Cerita ini pernah dimuat di website Suara Merdeka rubrik "Liputan Haji", dalam 3 seri;
Seri 1.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/haji/haji_detail/20/Balada-Perjalanan-Haji-Mahasiswa-Perantau-di-Mesir
Seri 2.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/haji/haji_detail/24/Jadi-Pengawal-dan-Tukang-Menawar
Seri 3.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/haji/haji_detail/29/Digelandang-ke-Polisi-di-Masjid-Nabawi

Friday, November 11, 2011

Ekspresikan Rasa Syukurmu!


Oleh: Agus Khamid Baidlowi, Lc.
(Anggota Kompaks yang berstatus mahasiswa Univ. Al-Azhar Cairo Fak. Ushuluddin Hadits)

“La syukro illa lillah” (tidak ada ucapan syukur kecuali hanya kepada Allah), adalah ungkapan sebagian orang Arab ketika menjawab ucapan “syukran” (terima kasih) dari orang lain yang merasa telah ditolong atau dibantu. Kalimat itu sering kita dengar dimana-mana, baik waktu naik angkot, ketika membeli sesuatu, ataupun di saat kuliah. Apakah hakikat ungkapan syukur hanya diucapkan untuk Allah saja, atau boleh diucapkan untuk makhluk-Nya juga?

Pertanyaan di atas muncul di benak penulis secara tiba-tiba, disaat mendengar jawaban seseorang yang merasa takut menerima ucapan syukur dari orang lain, dikarenakan takut hal itu termasuk perbuatan syirik. Nah, apakah menerima ucapan syukur dari orang lain itu termasuk dari perbuatan syirik menyekutukan Allah? Mari kita kaji bersama sesuai dengan koridor agama. Di dalam al-Qur’an, Allah telah berfirman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya;; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman:14).

Ayat di atas secara tegas, menyuruh kepada kita untuk bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua. Berterima kasih kepada ibu karena telah mengandung kita dengan bersusah payah selama sembilan bulan, dan berterima kasih kepada ayah yang telah memberikan nafkah lahir batin kepada ibu, sehingga kita bisa lahir ke dunia ini.

Kalau kita amati, setiap orang tua tidak menjamin mampu untuk mengajarkan ilmu, pendidikan dan adab kepada anaknya, bahkan kemungkinan ada orang tua yang malah menyuruh anaknya untuk berbuat syirik menyekutukan Allah. Tetapi Allah dengan sifat rahman-Nya hanya melarang kepada anak untuk mengikuti perintah orang tuanya dan tetap menyuruhnya untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Sebagaimana firman-Nya:

“Dan jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,…”. (QS. Luqman:15).


Definisi Syirik (menyekutukan Allah)

Menurut ulama' ahli Tauhid, "Syirik" adalah; menjadikan makhluk Allah bersama Allah dalam ketuhanan. Dan tidak disebut sebagai Tuhan jika tidak memiliki empat sifat sebagai berikut: yaitu memiliki sifat "Sabq" (tidak punya permulaan), memiliki sifat "Multaq" (tidak punya batasan), memiliki sifat "Sarmadiyah" (tidak punya akhir), dan memiliki "Dzatiyah" (segala kemampuannya berasal dari zat nya sendiri tanpa ada yang mengajarinya). Kalo kita teliti di seluruh dunia, kira-kira ada tidak satu makhluk yang memiliki empat kriteria/sifat di atas? Pasti kita tidak akan menemukannya kecuali hanya Tuhan yang pantas di sembah yaitu Allah swt,.

Nah, kalo kita tahu definisi syirik dengan benar, maka kita tidak akan pernah menjadi orang penakut dalam bersikap dan berkeyakinan. Sebab tidak akan ada yang bisa menyamai empat kriteria/sifatnya Allah di atas. Sehingga tidak mudah untuk menghukumi orang lain dengan syirik, sedikit-sedikit berkoar-koar ini syirik, itu syirik, padahal dirinya sendiri yang berbuat syirik, karena tidak paham arti syirik yang sebenarnya. Wa na'udzubillah min dzalik.

Bersyukur adalah Anjuran Agama

Jika kedua orang tua di atas menjadi contoh betapa Allah sangat menghargai usaha dan pengorbanan setiap orang tua yang telah melahirkan anaknya, maka di dunia ada orang-orang yang lebih berjasa dari orang tua kita, mereka adalah para guru, kyai dan ulama. Sebab mereka ini telah mengajarkan kita ilmu agama, pendidikan dan adab supaya senantiasa berada di jalan yang benar, dan tidak menyekutukan Allah.

Kalau Allah saja menyuruh kita bersyukur kepada kedua orang tua karena atas dasar pengorbanannya, berarti ayat tersebut secara tidak langsung menyuruh kepada kita untuk bersyukur kepada orang lain yang telah menolong atau membantu kita. Sebab ungkapan syukur kepada orang lain, hakikatnya adalah bersyukur kepada Allah, dan tidak berarti menyekutukan-Nya. Sebagaimana yang di jelaskan oleh Rasulullah:

“Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah”.


Memperingati Maulid Nabi adalah Ekspresi Rasa Syukur

Ketika seorang narapidana telah dibebaskan dari penjara yang penuh dengan kegelapan dan kejahatan oleh seseorang, seyogyanya dia bersyukur dan berterima kasih kepada orang tersebut.

Begitulah yang dirasakan orang-orang yang merasa telah ditolong oleh baginda rasulullah dikeluarkan dari zaman jahiliyah yang penuh kegelapan dan kejahatan menuju zaman yang penuh cahaya dan kasih sayang. Orang-orang tersebut merasa betapa bahagianya mendapat anugerah terbesar dilahirkannya rasulullah sebagai juru selamat untuk kita sebagai umatnya. Maka sepatutnya beliau selalu kita cintai dan kita hormati kapan pun dan di mana pun. Sehingga disetiap hari lahirnya kita ekspresikan dengan sebuah perayaan pesta maulid nabi, sebagai wujud rasa syukur yang telah di perintahkan oleh Allah;

“katakan (wahai muhammad), karena kemuliaan Allah (dengan mengutusku) dan rahmat (utusan) itu maka berbahagialah kalian semuanya”!(QS. Yunus : 58).

Dan di ayat lain Allah berfirman:

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. . .” (QS. Ibrahim : 7)

Jikalau semua orang tahu betapa pentingnya memperingati maulid sebagai ekspresi rasa syukur, maka tidak ada satu orang pun di dunia ini yang akan mengatakan maulid adalah bid’ah yang sesat, sebab ia tahu esensinya. Dan merayakan maulid (hari lahir) nabi tidak berarti menuhankannya, sebab Allah tidak punya maulid. Di dalam al-quran di jelaskan:

"Allah tidak melahirkan dan tidak di lahirkan". (QS: Al-Ikhlas: 3)

Justru memperingati maulid nabi adalah syi’ar agama, bahwasanya seorang nabi bukan tuhan, karena beliau punya maulid, jadi tidak layak untuk disembah, hanya layak di jadikan panutan dan contoh suri tauladan.

Memberi Hormat Kepada Bendera adalah Ekspresi Hubbul Wathon Minal Iman

Sekarang ini banyak peristiwa aneh yang melanda negeri Indonesia. Di sana terdapat segolongan manusia yang merasa lebih tau tentang agama, padahal justru dialah yang sebenarnya buta terhadap substansi agama. Contoh kecil; adalah munculnya pernyataan hukum haram memberikan hormat terhadap bendera merah putih Indonesia disaat upacara, ketika ditanya alasannya, dikarenakan hal itu termasuk perbuatan syirik. Nah, padahal syirik itu sendiri definisinya apa?

Sungguh pernyataan di atas sangat lugu (lucu dan guoblok). Pemahaman agama yang bagaimanakah yang mereka pahami? Sungguh lemah sekali tauhidnya terhadap Allah, sehingga memberi hormat kepada bendera saja dianggap syirik. Allah adalah sang maha perkasa, tidak ada yang bisa menyerupai apalagi menandingi-Nya. Jadi, memberi hormat kepada bendera merah putih Indonesia, adalah bukan perbuatan syirik, justru hal itu termasuk dari rasa cinta terhadap negara dan wujud syukur kepada pahlawan-pahlawan yang telah berjuang dan berkorban dengan jiwa raganya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, yang disimbolkan dengan bendera merah putih. Bukankah rasulullah telah bersabda;

“Cinta tanah air adalah termasuk dari iman”

Semoga niat dan keyakinan yang benar selalu menyertai disetiap langkah-langkah kita. Sehingga pemahaman-pemahaman terhadap ajaran agama Islam tidak terpaku secara tekstual saja tapi bener-bener memahami isi dan maksudnya.

“Al-jahlu laisa hujjah” artinya: ketidak tahuan bukanlah hujjah/dalil (yang patut diikuti).

Kesimpulannya, jangan pernah takut untuk bersyukur dan berterima kasih kepada orang lain yang telah menolong atau membantu kita. Dan sebaliknya apabila kita yang membantu atau menolong orang lain, jangan sungkan-sungkan untuk menerima ungkapan syukur dan terima kasihnya dengan ucapan "terima kasih kembali/sama-sama" yang dalam bahasa Arabnya "afwan/al-afw". Bukan malah dijawab dengan ungkapan “La syukro illa lillah” .

Wala haula wa la quwata illa billah.

Thursday, November 10, 2011

Habib Lutfi bin Yahya, Profil Tokoh Kharisma Pekalongan

Oleh: Agus Khamid Baidlowi, Lc.
(Anggota Kompaks yang berstatus sebagai mahasiswa Univ. Al-Azhar Fak. Ushuluddin Hadits)

Adalah Maulana al-Habib Lutfi bin Yahya, tokoh berkharisma kota Pekalongan yang telah dikenal namanya diseluruh penjuru kota dan pelosok desa-desa di Indonesia. Ketenaran beliau disebabkan karena samudera ilmuanya yang luar biasa, dan metode dakwahnya yang penuh mahabbah dan kasih sayang, bukan dengan kekerasan dan paksaan, tidak pernah memandang sebelah mata kepada siapapun yang mendatanginya, baik dari kalangan muslim atau pun non muslim, sipil atau pun militer, rakyat jelata maupun pejabat pemerintah. Beliau seorang ulama besar yang berdakwah dengan metode kultur kebudayaan tanpa meninggalkan substansi nilai-nilai ajaan Islam secara menyeluruh dari segala aspek, sebagaimana dakwahnya para Wali Songo yang telah teruji keberhasilannya mengislamkan bumi nusantara Indonesia dan sekitarnya.

Untuk menjelaskan tentang kemuliaan beliau dari anugerah-anugerah Allah yang telah dikaruniakan-Nya, penulis tidak akan bisa menceritakan, bahkan blog ini tidak akan cukup untuk menuliskan biografi beliau secara lengkap, karena saking banyaknya dan keterbatasan penulis yang hanya bisa merasakan tanpa bisa menungkapkan. Sehingga seorang ahli hikmah berkata:

"Man dzaqo 'arof, wa laisa kullu man dzaqo washof".
yang artinya: Hanya orang yang merasa, yang mengetahui. Dan semua orang yang merasa, tidak akan bisa mengungkapkannya (dengan kata-kata). Karena rasa untuk dinikmati, bukan untuk diceritakan.



Beliau juga dikenal dengan tokoh yang selalu mengusung nasionalisme, sebab dengan mencintai tanah air maka itu termasuk dari perwujudan sikap seseorang yang beriman. Beliau selalu bangga menceritakan perjuangan para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan tanah air Indonesia, bahkan beliau juga selalu mengajarkan untuk senantiasa bersyukur dan menghargai jasa-jasa para pahlawan. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang senantiasa menghargai para pahlawannya. Begitu pentingnya bagi setiap muslim akan rasa cinta tanah air. Sehingga baginda Rasulillah telah bersabda:


"Hubbul wathon minal iman"
Yang Artinya: Cinta tanah air adalah termasuk dari iman. 

Sekilas tentang biografi Beliau: 

Maulana Habib dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November, tahun 1947 M. Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.

Nasab mulia beliau dari jalur ayah:

Rasulullah Muhammad SAW
Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Imam Husein ash-Sibth
Imam Ali Zainal Abiddin
Imam Muhammad al-Baqir
Imam Ja’far Shadiq
Imam Ali al-Uraidhi
Imam Muhammad an-Naqib
Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
Imam Ahmad Al-Muhajir
Imam Ubaidullah
Imam Alwy Ba’Alawy
Imam Muhammad
Imam Alwy
Imam Ali Khali Qasam
Imam Muhammad Shahib Marbath
Imam Ali
Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy
Imam Alwy al-Ghuyyur
Imam Ali Maula Darrak
Imam Muhammad Maulad Dawileh
Imam Alwy an-Nasiq
Al-Habib Ali
Al-Habib Alwy
Al-Habib Hasan
Al-Imam Yahya Ba’Alawy
Al-Habib Ahmad
Al-Habib Syekh
Al-Habib Muhammad
Al-Habib Thoha
Al-Habib Muhammad al-Qodhi
Al-Habib Thoha
Al-Habib Hasan
Al-Habib Thoha
Al-Habib Umar
Al-Habib Hasyim
Al-Habib Ali
Al-Habib Muhammad Luthfi


Masa Pendidikan

Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayahanda al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu diantaranya:

* Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas.
* Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri).
* Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
* Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.

Perjalanan Ilmiah

Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu beliau melaksanakan ibadah haji serta menjiarahi datuknya Rasulullah Saw., disamping menimba ilmu dari ulama dua tanah Haram; Mekah-Madinah. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.

Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.

Silsilah Sanad Thariqah dan Baiat:

Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Diantara guru-gurunya itu adalah:

Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah:
Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid

Sanad Thariqah Naqsyabandiayah al Khalidiyah:
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.

Sanad Thariqah Syadziliyah :
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.

Sanad Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.

Sanad Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:


Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.

Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.

Jami’ al-Thuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:
Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.

Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.

Sanad Thariqah Tijaniah:
Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.
Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.

Kegiatan-kegiatan Maulana Habib:

Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami'ul Usul thariq al Aulia).
Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.
Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)
Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.
Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.
Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.

Jabatan Organisasi:

Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.
Ketua Umum MUI Jawa Tengah dll.

Semoga sekilas biografi mulia beliau ini, bisa menjadi penyemangat bagi para penuntut ilmu di mana pun berada, bisa menjadi panutan bagi kaum muslimin khususnya dan rakyat Indonesia umumnya. Mudah-mudahan bermanfaat.

Referensi: Website resmi al-habib Lutfi bin Yahya

Idul Adha dan Solusi Bencana

Oleh: Muhammad Amrullah 
(Anggota Kompaks yang berstatus mahasiswa Univ. Al-Azhar Cairo Fak. Ushuluddin) 

Bencana, ketika kata itu terucap, seketika yang terlintas dalam pikiran kebanyakan orang adalah sunami, gunung meletus, kebakaran, dan bencana alam lainnya. Tapi bagi saya, bencana berdimensi lebih luas dari itu. Maraknya pejabat menjadi pencopet, hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya juga bencana berbahaya. Dan bencana semacam ini saya sebut sebagai bencana global. Sebab, jika bencana alam mampu meluluh lantakan bangunan infrastruktur dan daerah tertentu, maka bencana global mampu meluluh lantakan bangsa dan negara. Dan Indonesia adalah yang sedang diuji dengan bencana tersebut.

Namun Tuhan sangat bijaksana. Di kala Dia menguji manusia, ternyata Dia juga menyertakan solusi untuk menghadapinya. Cuma solusi tersebut memang tak mudah terbaca kecuali bagi mereka yang mau melakukan kontemplasi dalam firman-firma-Nya. Dan, ternyata ‘Idul Adha adalah salah satu solusi yang ditawarkan Tuhan tersebut. Lantas, bagaimana ‘Idul Adha bisa menjadi solusi menghindarkan bencana? Logika semacam apa yang melandasinya?

Saya akan mencoba memetakannya. Di antara ritual di Hari Raya ‘Idul Adha adalah shalat ‘Id dan menyembelih hewan kurban. Ritual tersebut berlandaskan firman Allah yang artinya :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” (QS. Al Kautsar : 1-2)

Menurut ulama, yang dimaksud dengan shalat dalam ayat ini adalah shalat ’Idul Adha, sedang yang dimaksud dengan berkurban adalah menyembelih hewan kurban. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh syaikh Ibrahim al-Bajuri (w. 1276 H) dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri-nya ketika menafsirkan ayat tersebut.


Shalat ’Idul Adha yang dikerjakan dua rakaat ini menurut mayoritas ulama madzhab Syafi’iyah dan Malikiyah adalah sunnnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan). Sedang menurut madzhab Hanabilah hukumnya wajib kifayah, sehingga bila tak ada seorang pun dalam suatu daerah yang menjalankanya maka seluruhnya berdosa. Bahkan menurut madzhab Hanafiyah hukumnya wajib ain seperti halnya shalat lima waktu.


‘Idul Adha Hindarkan Bencana

Salah satu intisari dari pelaksanaan shalat 'Idul Adhha dan berkurban adalah mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. Hal ini bisa kita pahami dari surah Al-Kautsar di atas. Logikanya, sebelum Allah memerintahkan untuk melakukan shalat ‘Idul Adha dan berkurban terlebih dahulu Allah kabarkan kepada nabi Muhammad Saw. bahwa Allah telah memberikan nikmat yang banyak kepadanya. Sehingga perintah untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan berkurban, setelah mengabarkan pemberian nikmat terlebih dahulu, sejatinya adalah perintah untuk bersyukur yang dimanifestasikan dalam bentuk shalat dan berkurban. Pada ayat di atas secara implisit, seolah Tuhan hendak mengatakan :

“Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak kepadamu, maka hendaklah kamu bersyukur.”

Menurut imam Fakhruddin al-Razi, untuk menyampaikan perintah bersyukur, Allah lebih memilih redaksi "fashalli (maka salatlah)” ketimbang langsung mengatakan "fasykur (maka bersyukurlah)” karena cakupan shalat lebih luas dan lebih dalam dari pada sekedar bersyukur, karena ketiga rukun syukur, yaitu syukur dengan hati, dengan lisan dan dengan perbuatan semua terangkum dalam salat, sehingga pengaplikasian redaksi "fashalli" pun dianggap lebih sempurna. Dengan kata lain shalat adalah bentuk syukur yang paripurna.


Sekarang kita kerucutkan, bahwa perintah melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan berkurban adalah perintah untuk bersyukur, dan menunaikan keduanya adalah bersyukur, dan bersyukur dapat menghindarkan dari bencana. Kongklusinya, melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan berkurban dapat menghindarkan dari bencana. Berikut beberapa ayat yang menjelaskan bahwa bersyukur dapat menghindarkan dari bencana :"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. . .” (QS. Ibrahim : 7)


Tak diragukan bahwa kemakmuran, keamanan dan keselamatan adalah kenikmatan. Jika Indonesia dalam keadaan makmur maka Allah akan menambahkan kemakmuran itu. Jika dalam keadaan aman dan selamat maka Allah akan menambahkan keamanan dan keselamatan itu. Jika dalam keadan tidak makmur maka Allah akan memakmurkannya. Jika dalam keadaan tidak aman dan hendak celaka maka Allah akan segera mengamankan dan menyelamatkanya. Firman yang lain mengatakan :
"Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui"(QS.An-Nisa':147)


Karena itu, momentum ‘Idul Adha kali ini merupakan kesempatan emas untuk bersyukur secara masal dan maksimal. Tentu dengan harapan, Indonesia akan segera terhindar dari berbagai macam bencana. Baik bencana alam maupun bencana global.

Yang perlu dicatat, meskipun ritual shalat ‘Idul Adha dan kurban yang merupakan manifestasi dari bersyukur itu terjadi hanya sekali dalam setahun, namun bukan berarti bersyukur secara masal terkhusus pada waktu tersebut. Bahkan yang lebih esensial adalah pesan yang terkandung di dalamnya yaitu agar umat manusia senantiasa bersyukur kapan pun dan dalam keadaan apa pun. Selamat hari raya ‘Idul Adha 1432 Hijriah.

Wednesday, November 9, 2011

Sejarah Nama Kota Pekalongan



Pada Tanggal 1 April kemarin Kota Pekalongan merayakan hari jadinya yang ke-105. Pada hari itu Kota Pekalongan bertransformasi dari ”sekadar” Kota Batik menjadi The World’s City of Batik. Sebagai kota yang memiliki banyak pengrajin batik, nama kota ini tidak sementereng Yogyakarta ataupun Solo. Pekalongan?

Kota Pekalongan adalah kota yang terletak di utara Pulau Jawa, berdekatan dengan kota Pemalang, Tegal dan Semarang. Kota ini memang kota yang tidak terlalu besar sehingga banyak orang sulit untuk mengetahui dimana tempatnya. Kota Pekalongan berada di propinsi Jawa Tengah yang beribukotakan Semarang. Sebagai kota yang berada di Propinsi Jawa Tengah bisa dipastikan penduduknya menggunakan bahasa Jawa sebagai penghubung komunikasinya sehari-hari. Bahasa Jawa logat Pekalongan agak sedikit berbeda dengan bahasa Jawa lain seperti Jogja atau Solo yang cenderung lebih halus.

13019102351050907739
Pekalongan, sebuah nama yang unik. Bagaimana asal usul nama kota ini? Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso) putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan. Di kemudian hari ia menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon ceritanya berasal dari Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Suatu ketika, ia disuruh oleh pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepada Sultan Agung, raja Mataram. Joko Bau mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau jatuh cinta pada putri tesebut.

Sebagai hukumannya Jaka Bau diperintah untuk mengamankan daerah pesisir yang terus diserang oleh bajak laut cina. Ia kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko bau berganti nama menjadi Bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan Agung untuk mempersiapkan pasukan dan membuat perahu untuk membentuk armada yang kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di Batavia ( 1628 dan 1629). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk kembali dan bertopo ngalong(bergelantung seperti kelelawar) di hutan gambiran. Di dalam tapanya tersebut tak ada satupun yang bisa mengganggunya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Segoro Lor) dan prajurit silumannya. Pada akhirnya, karena kekuatan goibnya yang luar biasa maka Dewi Lanjar pun bertekuk lutut dan akhirnya Dewi Lanjar dipersunting Joko Bau.

Satu-satunya yang bisa mengganggu topo ngalongnya Joko Bau adalah Tan Kwie Djan yang mendapat tugas dari Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau sowan ke Mataram untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal topo ngalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan. Munculnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad XVII pada era Sultan Agung dan dalam sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di Batavia dalam peperangan melawan VOC. Tempat topo ngalongnya Joko Bau tersebut dipercayai tempatnya berbeda-beda antara lain di Kesesi, Wiradesa, Ulujami, Comal, Alun-alun Pekalongan dan Slamaran.

Berbagai Asal Kata “Pekalongan”
Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak jaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.

Kata Pekalongan, asal kata pek dan along. Kata pek artinya teratas, pak de (si wo), luru(mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata Pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. DariPek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONG-AN (Pekalongan). Okeh masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang Kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swatantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatkan persetujuan Pengusaha Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958 tanggal 18 November 1958.

Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong yang berarti berkurang. Sementara kata pek atau amek, seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun kata kalongbisa berarti pula sejenis satwa kelelawar besar yang secara simbolis diartikan sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu yang suka keluar (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan).

Lambang Kota Praja Pekalongan tempo dulu yang disahkan pemerintah Hindia Belanda dengan “Keputusan Pemerintah“ (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer 40 dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama ”Pekalongan” berasal dari perkataan “along”, artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : “pek” (pa)-alongan” yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala).

Menurut Kyai Raden Masrur Hasan, keturunan Sunan Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joko Cilik yang akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid.

Dari asal kerajaan bernama “Pou-Kia-Loung” kemudian menjadi kata Pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan “Bodlain” di Inggris. Di dalam naskah tersebut menceritakakan perjalanan “Bujangga Manik” orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penuturan perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan paling tua dalam naskah pribumi.

Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahwa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan “Kaisar- Siouenteh” (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang mempersembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman “Youen-Khang dari masa pemerintahan Kaisar Siouen-ti” dari dinasti Han. Di negeri mereka terapat tiga jenis penduduk. Pertama, orang-orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah penduduk pribumi, yang yang dituturkan sangat kotor dan makan ular, semut dan serangga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika ayah atau ibu mereka meninggal, mereka dibawa ke hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka dinamakan “Pou-Kia-Loung”. Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut “Prof. D.G. Schlerel” dalam bukunya berjudul “Iets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo“ termuat dalam majalah Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan “Pou-Kia-Loung“ dalam sumber sejarah dinasti “Ming” tersebut adalah Pekalongan.

Tetapi masih ada beberapa versi lain tentang terciptanya nama kota Pekalongan, yaitu sebagai berikut:

LEGOK KALONG
Dalam lakon Ketoprak yang pernah dipagelarkan di Pekalongan oleh Siswo Budoyo, lakonnya diambil dari hasil karya R.Soedibyo Soerjohadilogo, diantaranya mengisahkan peristiwa keberhasilan Joko Bau putra Kyai Cempaluk memenggal kepala JP Coon (VOC). Kepala tersebut dibawanya pulang untuk disowankan kepada Sultan Agung dan dalam perjalanan direbut oleh Mandurarejo. Karena tidak mempunyai cukup bukti maka Joko Bau bertapa kembali di daerah selatan Pekalongan. Dari kata Legok Kalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan di desa “Legok Kalong” dari nama desa itu kemudian menjadi Pekalongan.

KALINGGA
Konon sebagian masyarakat Pekalongan beranggapan bahwa letak Kerajaan Kalingga adalah di desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Dari Kalingga inilah kemudian dihubungkan dengan kata Kaling, Keling, Kalang dan akhirnya menjadi Kalong. Akhirnya dari kata Kalong tersebut kemudian timbulah nama Pekalongan, karena Kerajaan Kalingga itu dikenal pada abad VI-VII, maka timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad VI dan VII.

Kalong ( Kelelawar)
Pekalongan berasal dari kata Kalong (Kelelawar), karena di Pekalongan dulunya banyak binatang kelelawar/kalong, terutama di Kesesi tempat kelahiran Joko Bau putra Kyai Cempaluk. Dalam versi yang sama tetapi berbeda tempat, dikisahkan bahwa di sepanjang kali Pekalongan (Kergon), di tempat tersebut dulunya ada pohon slumpring dan banyak kelelawarnya begitu juga di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan terdapat banyak pohon randu gembyang dan banyak dihuni kelelawarnya dan dijadikan pedoman bahwa daerah yang banyak dihuni kelelawar adalah daerah pantai. Dari banyaknya kelelawar (kalong) tersebut kemudian berubah menjadi nama Pekalongan. Nama pekalongan tersebut dikenal seputar abad ke XVII (jamannya Bau Rekso).

KALANG
Asal kata Pekalongan berasal dari kalingga dan berubah menjadi kata keling kemudian berubah lagi menjadi kalang. Kata kalang tersebut ada beberapa pengertian yaitu hilir mudik, nama sejenis ijan laut Cakalang, gelanggang, sekelompok, atau diasingkan ke/di selong. Didalam salah satu cerita rakyat daerah Pekalongan ada hutan/semaksemak yang banyak setan/siluman dan tempat tersebut sangat ditakuti oleh siapapun, kemudian tempat tersebut dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang–orang yang membangkang atau membahayakan pada kerajaan Mataram. Dari kata kalang tersebut kemudian menjadi Pekalongan.

Dari berbagai macam asal usul nama kota ini terbukti bahwa Kota Pekalongan telah lama berdiri sehingga tidak ada keraguan lagi untuk mengenalnya lebih dalam. Sejalan denganrebrandingnya sebagai The World’s City of Batik maka Kota Pekalongan siap menyambut kedatangan Anda untuk menikmati “atmosfir” batik di kota ini.

Reference : Skripsi,Studi Pustaka

Popular Posts